Monday, 27 July 2015

Opini Pendidikan

NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN DALAM MEMBENTUK
KUALITAS KINERJA GURU
Oleh: Suryanto, S.Pd *

Kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini ternyata belum seperti yang dicita-citakan. Peristiwa politik tahun 1998 yang telah mengakhiri kekuasaan Orde Baru dengan berbagai euforia-nya ternyata menyisakan luka mendalam di berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Berbagai bentuk pelanggaran masih terus terjadi hingga kini. Tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM, perilaku amoral dan runtuhnya budi pekerti luhur, anarkhisme dan ketidaksabaran, ketidakjujuran dan budaya nerabas, rentannya kemandirian dan jati diri bangsa, terus menghiasai kehidupan bangsa kita. Semangat kebangsaan, jiwa kepahlawanan, rela berkorban, saling bergotong royong  di kalangan masyarakat kita mulai menurun. Kita seperti telah kehilangan karakter yang selama beratus-ratus tahun bahkan berabad-abad kita bangun. Pada kondisi yang seperti ini nampaknya pada moment peringatah “Hari Pahlawan” kali ini menjadi menarik untuk mencoba kembali menelaah kaitan antara pembelajaran sejarah dengan nilai-nilai kepahlawanan

Guru adalah suatu profesi yang mulia kepadanya tempat peserta didik untuk bertanya, dan kepadanyalah tempat peserta didik untuk menimba segala ilmu pengetahuan, sehingga bila seseorang sudah memilih menjadi guru, konsekuensinya ia harus mau mempersiapkan segala sesuatu yang dapat menunjang keprofesionalannya (Nana Sudjana, 1988 : 14). Kompetensi profesional berkaitan dengan penguasaan guru tentang landasan kependidikan, bahan pengajaran (materi bidang ilmu yang diampu), penguasaan proses pembelajaran, dan yang tak kalah penting adalah menanamkan nilai-nilai budi pekerti luhur, akhlak mulia dan patriotisme serta keteladanan.

Salah satu hal krusial yang perlu menjadi prioritas kebijakan pendidikan pada saat ini adalah meningkatkan kapasitas dan integritas guru tidak saja sebagai pengajar namun juga sebagai pendidik. Lebih lanjut dikatakan bahwa faktor penyebab rendahnya kapasitas dan integritas guru adalah berkaitan dengan manajemen lembaga pendidikan, citra guru, gaji, fasilitas, dan lain sebagainya. Untuk itu sangat perlu dilakukan evaluasi terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan masalah tersebut yang melibatkan ahli pendidikan, sosiologi, ekonomi, dan psikologi. Hasil evaluasi yang dilakukan dapat dijadikan dasar menentukan siapa diantara guru-guru yang masih dianggap layak mengawal proses belajar-mengajar yang baik dan mampu memberika suri tauladan yang baik pula.

Nilai-nilai kepahlawanan yang berkenaan dengan periode pergerakan nasional, guru merupakan ujung tombak dalam memberikan semangat dan motivasi, ilmu pengetahuan dan pendidik dalam menekankan nilai-nilai nasionalisme, persatuan dan kesatuan di antara pluralisme atau keanekaragaman, toleransi dan saling menghargai yang mampu melahirkan pahlawan-pahlawan perjuangan dan kemerdekaan bangsa. Konsep nasionalisme yang dibimbing oleh nilai-nilai moral, nilai-nilai keagaaman serta nilai-nilai kepahlawanan akan menjadi embrio bagi tumbuhnya semangat kebangsaan, semangat untuk mengharumkan nama bangsa dimata dunia. Dan tidak lagi menjadi bahan cemoohan dan hinaan bagi bangsa-bangsa lain yang lebih maju.

Taufik Abdullah (1974) menegaskan bahwa kesadaran sejarah tidak lain adalah kesadaran diri. Kesadaran diri dapat dimaknai sadar akan keberadaan dirinya sebagai individu, sebagai makhluk sosial termasuk sadar sebagai bangsa dan sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan (Sardiman A.M., 2005).

Pembelajaran sejarah yang disampaikan oleh guru dan disampaikan kepada para peserta didik hendaknya dapat mengaktualisasikan dua hal yakni: (1) pendidikan dan pembelajaran intelektual, (2) pendidikan dan pembelajaran moral bangsa, civil society  yang demokratis dan bertanggungjawab kepada masa depan bangsa (Djoko Suryo, 1991). Hal yang pertama menuntut pembelajaran sejarah yang disampaikan oleh guru tidak hanya menyajikan pengetahuan faktual, namun dituntut untuk memberikan latihan berfikir kritis, mampu menarik kesimpulan,  memahami makna dari suatu peristiwa sejarah menurut kaidah dan norma keilmuan.  Sementara itu hal yang  kedua menunjuk pada pembelajaran sejarah yang berorientasi pada pendidikan kemanusiaan yang memperhatikan nilai-nilai luhur, norma-norma, dan aspek kemanusiaan lainnya.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau dan mampu menghargai sejarah perjuangan para pendahulunya”. Dalam konteks ini, sudahkan kita menjadi bangsa yang besar? Benarkah kita sebagai bangsa sudah sangat perhatian dan menghargai para pahlawan pejuang bangsa yang telah  mengorbankan jiwa dan raganya untuk kepentingan tanah air, masyarakat dan Negara Indonesia? 

Lalu apa hubungannya antara nilai-nilai kepahlawanan dengan peningkatan kualitas kinerja guru. Sudah tentu akan sangat berkaitan, mengapa tidak ? Karena guru adalah ’sang motivator’ dan guru adalah ’agen perubahan’. Dengan kinerja guru yang berkualitas saya yakin seyakin-yakinnya bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang besar, yang dihormati dan dihargai oleh bangsa-bangsa di dunia. Namun timbul perenungan dalam hati kita para guru Indonesia. Bagaimana dengan kinerja yang sudah kita lakukan hingga hari ini ? Apakah kita selaku guru sudah maksimal dalam menjalan tupoksi-nya, yang bekerja tidak semata untuk sekedar ’menggugurkan kewajiban’ namun lebih dari itu mampukah kita memberikan ’yang paling terbaik’ untuk kemajuan dan kesuksesan para peserta didik dan untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa dalam menerima tongkat estafet kepemimpinan kelak dengan cerdas, baik dan benar.

Dengan pertanyaan-pertanyaan ini kita pun sebagai guru menjadi ragu dan termangu, apakah kita sudah termasuk bangsa yang menghargai sejarah perjuangan para pahlawan kita sendiri. Meski guru juga dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, namun sudahkah kita sudah benar-benar menjadi pahlawan atau minimal tumbuhnya kesadaran kita selaku guru untuk mau dan dapat menghargai jasa para pahlawan bangsanya, mengingat di antara guru masih banyak yang tidak mau untuk melanjutkan sejarah perjuangan bangsa dengan cara meningkatkan semangat kerja profesionalisme-nya sebagai seorang pendidik yang berjiwa nasionalis dan memiliki semangat untuk memajukan bangsa Indonesia.

Pembelajaran sejarah yang menggambarkan dan mendeskripsikan semangat untuk menang, semangat pantang menyerah, dan semangat mensejajarkan eksistensinya sebagai bangsa yang merdeka sebenarnya tidak sekedar menjawab pertanyaan what to teach, tetapi bagaimana para guru kembali menengok ke belakang dari akar sejarah bangsa ini berdiri dengan mewujudkan proses pembelajaran yang dapat menangkap dan menanamkan nilai-nilai kepahlawanan bangsa ini di dalam merebut, mempertahankan, dan meneruskan hasil perjuangan para pahlawan kita yang telah gugur mendahului kita sehingga para guru mampu unutuk mentransformasikan pesan-pesan yang tersurat dan tersirat di balik realitas sejarah itu kepada peserta didik dan juga kepada dirinya sendiri.

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, penanaman nilai-nilai kepahlawanan sebenarnya memiliki makna yang strategis dalam meningkatkan semangat belajar dan semangat untuk maju tidak saja bagi para peserta didik juga bagi guru selaku pendidik. Penanaman nilai-nilai kepahlawanan adalah suatu proses untuk membantu  mengembangkan potensi dan kepribadian  yang arif dan bermartabat yang dapat mengembangkan potensi dirinya dan para peserta didiknya untuk menjadi pribadi manusia yang patriotik, tanggung jawab, kerjasama, rela berkorban, semangat juang, dan semangat untuk mengharumkan nama bangsa.

Oleh karena itu menanamkan nilai-nilai kepahlawanan kepada guru maupun peserta didik menjadikan tujuan dan sasaran lembaga pendidikan dalam mengkokohkan identitas diri dan identitas nasional, serta identitasnya sebagai bagian dari suatu bangsa yang memiliki peran dan tanggung jawabnya melalui peningkatan kinerja yang berkualitas dan professional

No comments:

Post a Comment

Tugas 4. Memahami Prinsip Prinsip Pengendalian Kontaminasi

Tugas 4. Memahami Prinsip Prinsip Pengendalian Kontaminasi Tugas untuk siswa  Kelas X TKR1  dan X TBSM pada mata pelajaran TDO. Saksikan vi...