Wednesday, 2 January 2019


PROFESI DAN/ATAU PROFESIONALISME GURU


Gambar mungkin berisi: 4 orang, termasuk Supras Widi

Sebelumnya Saya sampaikan bahwa judul di atas memiliki 2 (dua) pengertian. Pertama mendeskripsikan tentang Profesi dan Profesionalisme Guru dan yang kedua mendeskripsikan tentang Profesi atau Profesionalisme Guru. Deskripsi yang pertama, Saya ingin menguraikan bahwa profesi dan profesionalisme  seorang guru merupakan makna kata yang berbeda, profesi guru bukan semata berorientasi mencari materi dalam pengertiannya bahwa pekerjaan seseorang sebagai guru bukan karena keterpaksaan maupun sebagai sumber mata pencaharian. Lebih dari itu profesi seseorang sebagai guru harus merupakan suatu profesi yang tidak sembarang orang mampu. Karena pada jabatan yang melekat padanya memiliki beban tugas dan tanggung jawab yang lebih besar, yang nantinya mampu memberikan perubahan kepada seseorang, masyarakat dan bangsanya harus menjadi lebih baik. Dan pada seorang guru pula seseorang atau masyarakat akan menteladani segala sikap dan tingkah lakunya.

Sedangkan pada pengertian judul kedua, Profesi atau Profesionalisme Guru mendeskripsikan bahwa bahwa seseorang yang memiliki profesi sebagai guru, belum merupakan jaminan bahwa guru tersebut benar-benar mampu dan memiliki kemampuan untuk menjadi guru. Karena tugas yang dibebankan pada seorang guru tidak sekedar mampu mengajar dan hanya menyampaikan pengetahuan saja. Lebih dari itu seorang guru juga harus mampu pula untuk mendidik, menjadikan anak didiknya dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak baik menjadi baik, dan dari yang tidak bisa menjadi bisa. Istilah profesi dan profesionalisme guru memiliki kesamaan sebagai sebuah pekerjaan atau jabatan seseorang. Namun demikian kata profesi lebih identik dengan pekerjaan seseorang, sedangkan profesionalisme lebih mengarah kepada kemampuan dan kebisaan atau keahlian seseorang dalam menduduki jabatan atau pekerjaannya. Jadi bila disebutkan profesi guru, maka seseorang tersebut jabatan atau pekerjaannya sebagai guru. Namun jika disebutkan profesionalisme guru, maka dapat dikatakan bahwa seseorang yang memiliki pekerjaan dan jabatan sebagai guru haruslah memiliki kemampuan dan keahlian sebagai tenaga pengajar dan tenaga pendidik. Saya yakin bahwa istilah profesi dan atau profesionalisme guru tentu bukan sesuatu yang asing dalam dunia pendidikan. Oleh karena secara sederhana, profesional berasal dari kata profesi yang berarti Kemampuan jabatan. Orang yang profesional adalah orang yang mampu melaksanakan tugas jabatannya secara mumpuni, baik secara konseptual maupun aplikatif. Orang yang memiliki profesi sebagai Guru adalah orang yang memiliki pekerjaan dan mampu melaksanakan tugas jabatannya secara mumpuni, baik secara konseptual maupun aplikatif sebagai Guru. Karena itu pula dapat dikatakan Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan mumpuni dalam melaksanakan tugasdan  jabatannya sebagai guru.

Bila ditinjau secara lebih dalam, terdapat beberapa karakteristik profesionalisme guru. Rebore (1991) mengemukakan enam karakteristik profesionalisme guru, yaitu: (1) pemahaman dan penerimaan dalam melaksanakan tugas, (2) kemauan melakukan kerja sama secara efektif dengan siswa, guru, orang tua siswa, dan masyarakat, (3) kemampuan mengembangkan visi dan pertumbuhan jabatan secara terus menerus, (4) mengutamakan pelayanan dalam tugas, (5) mengarahkan, menekan dan menumbuhkan pola perilaku siswa, serta mampu (6) melaksanakan kode etik jabatan. Sementara itu, Glickman (1981) memberikan ciri profesionalisme guru dari dua sisi, yaitu kemampuan berpikir abstrak (abstraction) dan komitmen (commitment). Guru yang profesional memiliki tingkat berpikir abstrak yang tinggi, yaitu mampu merumuskan konsep, menangkap, mengidentifikasi, dan memecahkan berbagai macam persoalan yang dihadapi dalam tugas, dan juga memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Komitmen adalah kemauan kuat untuk melaksanakan tugas yang didasari dengan rasa penuh tanggung jawab. Sedangkan orang yang memiliki profesi sebagai guru belum tentu dikatakan sebagai guru yang professional. Lebih lanjut, Welker (1992) juga mengemukakan bahwa profesionalisme guru dapat dicapai bila guru ahli (expert) dalam melakasnakan tugas, dan selalu mengembangkan diri (growth). Glatthorm (1990) mengemukakan bahwa dalam melihat profesionalisme guru, disamping kemampuan dalam melaksanakan tugas, juga perlu mempertimbangkan aspek komitmen dan tanggung jawab (responsibility), serta kemandirian (autonomy). Sebab itu pula membicarakan tentang profesionalisme guru, tentu tidak bisa dilepaskan dari kegiatan pengembangan profesi guru itu sendiri. Secara garis besarnya, kegiatan pengembangan profesi guru dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) pengembangan intensif (intensive development), (2) pengembangan kooperatif (cooperative development), dan (3) pengembangan mandiri (self directed development) (Glatthorm, 1991).

Pengembangan intensif (intensive development) adalah bentuk pengembangan yang dilakukan pimpinan terhadap guru yang dilakukan secara intensif berdasarkan kebutuhan guru. Model ini biasanya dilakukan melalui langkah-langkah yang sistematis, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi dan pertemuan balikan atau refleksi. Teknik pengembangan yang digunakan antara lain melalui pelatihan, penataran, kursus, loka karya, dan sejenisnya. Pengembangan kooperatif (cooperative development) adalah suatu bentuk pengembangan guru yang dilakukan melalui kerja sama dengan teman sejawat dalam suatu tim yang bekerja sama secara sistematis. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional guru melalui pemberian masukan, saran, nasehat, atau bantuan teman sejawat. Teknik pengembangan yang digunakan bisa melalui pertemuanKelompok Kerja Guru (KKG) atau  Musyawarah Guru Mata pelajaran (MGMP)/Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK). Teknik ini disebut juga dengan istilah peer supervision atau collaborative supervisionPengembangan mandiri (self directed development) adalah bentuk pengembangan yang dilakukan melalui pengembangan diri sendiri. Bentuk ini memberikan otonomi secara luas kepada guru. Guru berusaha untuk merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, dan menganalisis balikan untuk pengembangan diri sendiri. Teknik yang digunakan bisa melalui evaluasi diri (self evaluation) atau penelitian tindakan (action research).

Efektivitas Peran Guru

Efektivitas dan efisiensi belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai : 1)Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan; 2) Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan; 3) Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik; 4) Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik; dan 5) Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).

Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan bahwa peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup : 1) Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).; 2) Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems); 3) Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya. Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, Abin Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching).

Di lain pihak, Moh. Surya (1997) mengemukakan tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent). Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis. Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai : 1) Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan; 2) Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan; 3) Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya; 4) Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin; 5) Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik; 6) Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; dan 7) Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.

Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai : 1) Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat; 2) Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya; 3) Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah; 4) model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh mpara peserta didik; dan 5) Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya. Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai : 1) Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik; 2) seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan; 3) Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan; 4) Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik; dan 5) Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.
Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung. Pembelajaran merupakan jiwa institusi pendidikan yang mutunya wajib ditingkatkan secara terus menerus. Hal ini dapat dimengerti, karena peserta didik mendapatkan pengalaman belajar fomal terbanyak selama mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Kondisi ini menuntut semua pihak untuk menyadari pentingnya peningkatan kualitas pembelajaran secara berkelanjutan, dimana guru adalah ujung tombaknya. Oleh sebab itu, profesi guru harus dihargai dan dikembangkan sebagai profesi yang berkualitas dan bermartabat. Profesi guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat penting dalam mencapai visi pendidikan, yaitu menciptakan insan Indonesia yang cerdas, komprehensif dan kompetitif. Masyarakat dan pemerintah mempunyai kewajiban untuk mewujudkan kondisi yang memungkinkan guru dapat melaksanakan pekerjaannya secara profesional, bukan hanya untuk kepentingan guru, namun juga untuk pengembangan peserta didik dan demi masa depan bangsa  Indonesia. Mengutip pemikiran Davis dan Margareth A. Thomas  dalam bukunya Effective Schools and Effective Teachers, Suyanto dan Djihad Hisyam (2000:29) mengemukakan  tentang beberapa kemampuan guru yang mencerminkan guru yang efektif, yaitu mencakup :
1. Kemampuan yang terkait dengan iklim kelas :
  • memiliki kemampuan interpersonal, khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan ketulusan;
  • memiliki hubungan baik dengan siswa;
  • secara tulus menerima dan memperhatikan siswa;
  • menunjukkan minat dan anthusias yang tinggi dalam mengajar;
  •  mampu menciptakan atmosfer untuk bekerja sama dan kohesivitas dalam kelompok; melibatkan siswa dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran;
  • mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi; dan
  • meminimalkan friksi-friksi di kelas jika ada.

2 Kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen :
  • memiliki kemampuan secara rutin untuk mengahadapi siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi dalam mengajar; serta
  • mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berfikir yang berbeda.

3. Kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik dan penguatan (reinforcement) :
  •  mampu memberikan  umpan balik yang positif terhadap respon siswa;
  • mampu memberikan respon yang membantu kepada siswa yang lamban belajar;
  • mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban yang kurang memuaskan; dan
  • mampu memberikan bantuan kepada siswa yang diperlukan.

4. Kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri  :
  • mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif;
  • mampu memperluas dan menambah pengetahuan metode-metode pengajaran; dan
  • mampu memanfaatkan perencanaan kelompok guru untuk menciptakan metode pengajaran.
Pendidikan merupakan suatu proses yang hasilnya dapat ditunjukkan secara langsung maupun tidak langsung. Output/keluaran pendidikan merupakan hasil pendidikan yang dapat diukur secara langsung setelah berlangsungnya suatu sistem pendidikan pada jenjang tertentu. Output atau hasil yang diperoleh dengan adanya proses pendidikan, misalnya jumlah atau persentase siswa menurut pendidikan yang ditamatkan. Kemajuan pembangunan pendidikan juga ditunjukkan oleh tinggi rendahnya kualitas lulusan yang banyak dipengaruhi oleh kualitas tenaga pengajar. Bukan hanya kualifikasi pengajar namun juga kesesuaian bidang keahlian yang diajarkan. Berbagai kendala yang dihadapi dalam mencapai kemajuan pembangunan pendidikan semakin bertambah dengan kualifikasi para pendidik atau tenaga pengajar yang dinilai masih rendah.

Menurut Sutadipura (1983: 54) dalam Nurdin (2005: 6), bahwa: .Guru adalah orang yang layak digugu dan ditiru.. Pendapat tersebut dikuatkan lagi sebagaimana yang dinyatakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1985: 65) dalam Nurdin (2005: 7): .Guru adalah seseorang yang mempunyai gagasan yang harus diwujudkan untuk kepentingan anak didik, sehingga menunjang hubungan sebaikbaiknya dengan anak didik, sehingga menjunjung tinggi, mengembangkan dan menerapkan keutamaan yang menyangkut agama, kebudayaan, keilmuan. Kunandar (2007: 54), guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal yaitu pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XI Pasal 39 ayat (2) bahwa pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Kemudian menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (Pasal 1 ayat (1)).
Dari uraian yang Saya paparkan ini dapat disimpulkan bahwa seorang guru bukan sekedar sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang bertugas memberi ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya para siswanya di depan kelas, namun merupakan seseorang yang memiliki profesionalisme (kemampuan, keahlian dan kompetensi) baik secara fisik, mental, intelektual dan spiritual dalam menjalankan perannya sebagai seorang guru yang dapat menjadikan para siswanya mampu merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi. Kualifikasi, profesi, dan profesionalisme guru turut menentukan keberhasilan pendidikan oleh karena itu rendahnya penghargaan terhadap profesi guru, serta rendahnya kualifikasi dan profesionalisme guru sebagai tenaga pengajar dan tenaga pendidik dapat menunjukan bahwa masih rendahnya mutu pendidikan. Rendahnya kualitas guru akan berdampak pada kualitas siswa yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya mutu para lulusan. Dan menjadikan jumlah rakyat atau sumberdaya manusia yang besar tidak lagi menjadi asset bangsa dan Negara, namun menjadi beban dan kendala mewujudkan tujuan pembangunan bangsa. Karena hal ini tentunya akan menghambat keberhasilan pembangunan nasional, karena keberhasilan pembangunan nasional tergantung dari keberhasilan dalam mengelola pendidikan nasional. Oleh karena itu, profesi (pekerjaan atau jabatan) seorang pendidik (guru)sudah semestinya harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi  dan profesionalisme sebagai agen pembelajaran yang sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Pasal 28 ayat (1) PP No. 19 Tahun 2005). “ Akhir kata semoga senantiasa meningkat kualitas guru Indonesia”. Amiin.

No comments:

Post a Comment

Tugas 4. Memahami Prinsip Prinsip Pengendalian Kontaminasi

Tugas 4. Memahami Prinsip Prinsip Pengendalian Kontaminasi Tugas untuk siswa  Kelas X TKR1  dan X TBSM pada mata pelajaran TDO. Saksikan vi...