PERSPEKTIF SABAR DAN SYUKUR DALAM PENINGKATAN
KUALITAS KINERJA GURU

Tahun 1995 Saya menamatkan pendidikan keguruan, di masa itu dan mungkin masa-masa sebelumnya bila berbicara masalah pendapatan guru jauh bahkan mungkin sangat jauh dari kata cukup apalagi berlebih. Oleh karenanya di masa itu mereka yang kuliah di IKIP atau pendidikan keguruan adalah mereka-mereka yang kurang berani untuk berkompetensi di perguruan tinggi yang bernama “universitas”. Selain itu pula kebanyakan mereka beralasan karena tidak cukupnya dana untuk kuliah di universitas, oleh karenanya IKIP menjadi wahana bagi mereka dengan konotasi “ yang penting kuliah”.
Sudah kuliah di IKIP umumnya pula mereka banyak yang tidak ingin menjadi
guru, karena alasan pendapatan guru tidak sebesar pendapatan kalau mereka kerja
di industri. Ditambah lagi adanya peraturan SKB (Surat Keputusan
Bersama) Tiga Menteri, yang mengkondisikan bahwa tamatan IKIP tidak relevan
jika kerja di industri atau perusahaan. Apalagi kalau pas meminang anak gadis
orang, umumnya bila kerjanya guru, kelepasan bicara “….oh..Cuma guru…toh..?!”.
Alhamdulillah, untuk sekarang ini profesi guru menjadi idaman bagi sebagian
besar mereka untuk meraihnya. Sampai-sampai terdengar kabar berani bayar
berapapun asal diterima jadi guru notabene guru pns. Dan mungkin juga saat-saat
ini hanya profesi guru yang mampu bertahan hidup dalam menghadapi kondisi
perekonomian bangsa yang semakin bingung dan terombang-ambing. Karena harga-harga
kebutuhan melambung tinggi, sedangkan pendapatan berjalan tak seirama jumlah
pengeluaran. Sebuah fenomena kehidupan yang mudah-mudahan tetap bertahan dalam
pemikiran yang arif dan bijaksana untuk menempatkan profesi guru menjadi
prioritas yang utama dalam pelaksanaan peningkatan kualitas bangsa, karena
memang dengan adanya guru kita dapat menjadi orang yang sukses dan berhasil…
Kemajuan suatu bangsa atau daerah sudah pasti lebih
banyak ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya daripada kekayaan sumber
daya alamnya. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, salah satu upaya
penting dan strategis dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan
adalah memegang kunci bagi
kemajuan suatu bangsa. Karena itu,
suatu bangsa yang didukung oleh jumlah SDM yang besar dengan kualitas yang
optimal akan mendatangkan kesejahtraan yang optimal pula bagi bangsa tersebut,
tetapi suatu bangsa yang didukung oleh jumlah SDM yang besar dengan kualitas
yang minimal (rendah) akan merupakan beban yang sangat berat (cenderung
menimbulkan malapetaka) bagi bangsa tersebut. Oleh karena itu, tidak dapat
dipungkiri bahwa peningkatan kualitas SDM hanya bisa dilakukan melalui
pendidikan.
Guru adalah salah satu komponen dalam instrumental
input yang memegang posisi yang strategis. Karena hal tersebut merupakan salah satu
faktor kunci sukses dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan untuk dapat
melahirkan sumber daya manusia yang handal, menguasai ilmu pengetahuan, dan
memiliki moral yang baik. Hal ini dikatakan demikian, karena gurulah yang
merencanakan, menata, mengelola dan mengevaluasi proses tersebut. Karena
strategisnya posisi guru dalam konteks pembelajaran, wajarlah profesi guru
diakui sebagai jabatan profesional. Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar tetap memegang peranan
penting karena adanya beberapa unsur dari aspek kemanusiaan dalam proses
pembelajaran yang masih belum dapat digantikan dengan media lain, seperti
radio, televisi, tape rekorder dan sebagainya. Aspek-aspek yang dimaksud antara
lain, sikap, nilai, perasaan, motivasi, kepribadian, dan kebiasaan, yang
merupakan faktor psikologis yang cukup penting bagi keberhasilan proses belajar
mengajar. Oleh karenanya, pekerjaan sebagai seorang guru selalu diperlukan sehingga
dibutuhkan pendidikan khusus bagi calon guru agar dapat menjadi guru yang
profesional. Dan dengan segala fasilitas maupun tingkatn kesejahteraan yang
semakin meningkat. Sudah seharusnya bagi mereka yang memiliki profesi sebagai
guru mempunyai amanah dan tanggung jawab moral untuk turut berupaya membantu
meningkatkan kesejahteraan dan ketercapaian tujuan pembangunan suatu bangsa,
diantaranya adalah dengan bersabar dan bersyukur dalam porsi yang lebih memadai
dan lebih baik lagi.
Bukan sebaliknya, peran guru yang demikian penting dalam
peningkatan mutu pendidikan, kondisinya justru dikeluhkan belakangan ini.
penyebab rendahnya daya serap pendidikan adalah guru yang kurang profesional,
kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum, tetapi oleh kurangnya
kemampuan profesionalisme guru dan keengganan membangun motivasi dan potensi
belajar siswa. Dikatakan sejauh ini secara kuantitatif jumlah tenaga guru telah
cukup memadai, tetapi mutu serta profesionalismenya belum sesuai dengan
harapan. Banyak di antaranya tidak berkualitas dan menyampaikan materi
pelajaran, sehingga kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan
yang benar-benar berkualitas. Jadi, ketidaksesuaian antara kemampuan guru
dengan apa yang diajarkan membuat para siswa tidak mencapai prestasi yang
gemilang.
Menjadi guru seharusnya menjadi manajer kelas. Ia harus
dapat bertanggung jawab terhadap kelancaran tugasnya di dalam kelas, terutama
dalam menyampaikan materi pelajaran, menentukan metode belajarnya sendiri, dan
menyusun bahan pelajaran dari waktu ke waktu demi untuk pengembangan siswanya.
Namun, kehidupan guru dewasa ini meminta banyak waktu untuk pekerjaan-pekerjaan
sambilan selepas mengajar di kelas, bahkan dengan kondisi penghasilan yang
semakin meningkat timbul sehingga tidak mungkin menjadi manajer profesional di
kelas
Perspektif Sabar
Seorang hamba dianjurkan untuk bersyukur. Syukur itu adalah tingkatan yang
paling tingggi dan paling luhur. Sampai-sampai sekalipun hamba itu dalam
keadaan mengalami derita kefakiran atau sakit ataupun cobaan lainnya, dan
bahkan jika Allah SWT menguji seorang hamba dengan satu cobaan atau musibah,
lalu ia menunaikan kewajiban bersabar, ridha dan pasrah dalam mengarungi cobaan
itu, niscaya entenglah tekanan cobaan itu dan ringanlah bebannya. Disamping
itu, perenungan seorang hamba pada balasan dan pahala Ilahi dibalik cobaan itu
dan keberhambaannya kepada Allah dengan melaksanakan kewajiban bersabar dan
ridha, semua itu akan dapat mengubah hal yang pahit menjadi manis. Dengan itu,
manisnya pahala di balik cobaan itu justeru akan membuatnya melupakan pahitnya bersabar.
Sebagaimana disampaikan dalam QS.39:10,
yaitu bahwa, “ Sesungguhnya hanya
orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas “. Dan
kemudian juga di dalam QS. 2:155 dan
QS. 2: 156 disampaikan pula bahwa, “
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang
yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:"Innaa lillahi wa innaa
ilaihi raaji'uun". “ Mereka itulah yang mendapatkan
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang
yang mendapat petunjuk “. (QS.
2:157)
Terkait dengan tugas guru, perspektif kesabaran bagi guru
yang profesional, setidak-tidaknya mengemban tiga tugas pokok, yakni, (a)
sebagai petugas profesional, yang meliputi kegiatan mendidik, mengajar dan
mengembangkan keterampilan, senantiasa membutuhkan kesabaran di dalam
pelaksanaannya. Selagi hal itu bernilai ibadah apalagi berupa amanah yang
dititipkan oleh para orangtua dan masyarakat kepada kita, Insya Allah akan
diberikan balasan pahala di mata Allah SWT (b) tugas kemanusiaan, yaitu guru
menjadi orang tua yang kedua yang mampu merealisasikan seluruh kemampuan
dirinya, melakukan auto identifikasi dan auto pengertian untuk dapat
menempatkan dirinya di dalam keseluruhan kemanusiaan serta mampu menarik
simpati sehingga ia menjadi idola bagi para siswa serta mentransformasikan diri
terhadap kenyataan di kelas atau di masyarakat juga senantiasa membutuhkan
kesabaran, (c) tugas kemasyarakatan, yaitu mendidik dan mengajar masyarakat
untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral serta cerdas bukan proses
yang instan namum membutuhkan waktu dan kesabaran para guru guna mewujudkannya.
Guru sebagai suatu profesi membawa konsekuensi terhadap
tanggung jawab untuk mengembangkan dan mempertahankan profesi tersebut.
Tanggung jawab ini, pada dasarnya merupakan tuntutan dan panggilan untuk selalu
mencintai, menghargai, menjaga, dan meningkatkan tugas serta tanggung jawab
profesinya. Tenaga kependidikan hendaknya sadar bahwa tugas dan tanggung
jawabnya tidak bisa dilakukan oleh orang lain, kecuali oleh dirinya. Guru
hendaknya di samping mampu tampil di depan kelas, juga di masyarakat, baik
sebagai pendidik, inovator ataupun dinamisator.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, guru
dituntut memiliki kesabaran dan kestabilan emosi karena akan menghadapi siswa dari
berbagai latar belakang atau lapisan masyarakat yang memiliki corak sosial
budaya yang beraneka ragam. Guru hendaknya senang memberi bantuan dalam
memecahkan masalah yang dihadapi siswa, besikap ramah, gembira, baik hati,
terbuka, simpati, empati, berwibawa, dan bertanggung jawab. Dari kepribadian
yang dinilai baik oleh siswa tersebut, maka seorang guru akan dapat
mengembangkan kegiatannya dalam bentuk, (a) membantu mengembangkan sikap
positif pada siswa, (b) bersikap terbuka dan luwes terhadap siswa dan orang
lain, (c) menunjukkan kegairahan dan kesungguhan dalam kegiatan belajar
mengajar dan dalam pelajaran yang diajarkan, dan (d) mengelola interaksi
pribadi dalam kelas (Depdikbud, 1982/1983). Dan pelaksanaan tugas guru yang
didasari oleh kesabaran diharapkan nantinya dapat disarikan bahwa tugas
mendidik merupakan suatu aktivitas yang ditujukan untuk mengembangkan aspek
psikologis dan kepribadian peserta didik, sehingga mereka terbentuk sebagai
manusia-manusia yang berkepribadian baik, mempunyai etika, bermoral,
bertanggung jawab, dan mampu hidup bersama dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Perspektif Syukur
Seorang hamba apalagi menjadi seorang guru pns di DKI Jakarta sudah
semestinya pandai untuk bersyukur. Tidak semata secara lisan di lidah, namun
juga diyakini di hati dan diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas dan
kinerjanya sehari-hari sebagai seorang guru atau tenaga pendidik. Syukur itu
adalah tingkatan yang paling tingggi dan paling luhur. Sampai-sampai sekalipun
hamba itu dalam keadaan mengalami derita kefakiran atau sakit ataupun cobaan
lainnya, karena, jika ia pandai untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat
Allah SWT yang telah dikaruniakan kepadanya sudah tentu tak sepadan dan
sebanding dengan cobaan yang menimpanya, maka cobaan itu bukanlah apa-apa
dibanding nikmat yang dikaruniakan kepada-Nya.
Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam Madarij as-Salikin menjelaskan bahwa iman itu terdiri dari dua
bagian, satu bagian sabar dan satu bagian yang lain adalah syukur. Beliau juga
mengatakan bahwa sabar bagi iman laksana kepala bagi tubuh seorang insan. Tidak
ada iman pada diri orang yang tidak memiliki kesabaran, sebagaimana halnya
tidak ada jasad yang berfungsi apabila tidak ada kepalanya. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Umar bin al-Khatthab radhiyallahu’anhu, beliau mengatakan,
“Penghidupan yang terbaik itu sesungguhnya kami peroleh dengan modal
kesabaran.” Demikian pula syukur, ia merupakan bukti keseriusan seorang hamba
dalam mengabdi dan tunduk kepada Rabbnya. Sebagaimana yang disampaikan di dalam
QS. 2: 172 yaitu, “ Dan bersyukurlah kepada Allah jika kalian
benar-benar beribadah hanya kepada-Nya.”
Terkait dengan upaya meningkatkan kualitas
kinerja dan profesi sebagai seorang guru, maka untuk mengimplementasikan
perspektif syukur dalam pelaksanaan tugasnya, guru dituntut untuk selalu dapat mendasarkan
diri pada aturan (kode etik profesi), yang sudah dirumuskan berujung pada
peningkatan motivasi dan potensinya sebagai seorang pendidik yang profesional,
yakni, (a) guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk
manusia yang berakhlak, (b) guru memiliki kejujuran profesional dalam
menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing, (c) guru
mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik,
tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan, (d) guru
menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua
murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik, (e) guru memelihara hubungan
baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya ataupun masyarakat yang lebih luas
utnuk kepentingan pendidikan, (f) guru secara sendiri dan/atau bersama-sama
berusaha mengembangkan serta meningkatkan mutu profesinya (g) guru menciptakan
dan memelihara hubungan antara sesama guru, baik berdasarkan lingkungan kerja
ataupun di dalam hubungan keseluruhan, (h) guru secara bersama-sama memelihara,
membina dan meningkatkan mutu organisasi guru professional sebagai sarana
pengabdiannya, dan (i) guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Semoga perwujudan upaya guru
dalam perspektif ke depan untuk senantiasa bersabar di dalam menjalankan tugas
dan kewajibannya serta bersyukur atas segala limpahan rahmat dan peningkatan kesejahteraan
ini guru semakin menyadari posisi dan porsinya untuk ketercapaian sasaran dan
tujuan dari pelaksanaan membangun bangsa dan Negara ini menjadi aman dan makmur
bagi segenap rakyatnya. Amiin
No comments:
Post a Comment