Wednesday, 2 January 2019


PROFESI DAN/ATAU PROFESIONALISME GURU


Gambar mungkin berisi: 4 orang, termasuk Supras Widi

Sebelumnya Saya sampaikan bahwa judul di atas memiliki 2 (dua) pengertian. Pertama mendeskripsikan tentang Profesi dan Profesionalisme Guru dan yang kedua mendeskripsikan tentang Profesi atau Profesionalisme Guru. Deskripsi yang pertama, Saya ingin menguraikan bahwa profesi dan profesionalisme  seorang guru merupakan makna kata yang berbeda, profesi guru bukan semata berorientasi mencari materi dalam pengertiannya bahwa pekerjaan seseorang sebagai guru bukan karena keterpaksaan maupun sebagai sumber mata pencaharian. Lebih dari itu profesi seseorang sebagai guru harus merupakan suatu profesi yang tidak sembarang orang mampu. Karena pada jabatan yang melekat padanya memiliki beban tugas dan tanggung jawab yang lebih besar, yang nantinya mampu memberikan perubahan kepada seseorang, masyarakat dan bangsanya harus menjadi lebih baik. Dan pada seorang guru pula seseorang atau masyarakat akan menteladani segala sikap dan tingkah lakunya.

Sedangkan pada pengertian judul kedua, Profesi atau Profesionalisme Guru mendeskripsikan bahwa bahwa seseorang yang memiliki profesi sebagai guru, belum merupakan jaminan bahwa guru tersebut benar-benar mampu dan memiliki kemampuan untuk menjadi guru. Karena tugas yang dibebankan pada seorang guru tidak sekedar mampu mengajar dan hanya menyampaikan pengetahuan saja. Lebih dari itu seorang guru juga harus mampu pula untuk mendidik, menjadikan anak didiknya dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak baik menjadi baik, dan dari yang tidak bisa menjadi bisa. Istilah profesi dan profesionalisme guru memiliki kesamaan sebagai sebuah pekerjaan atau jabatan seseorang. Namun demikian kata profesi lebih identik dengan pekerjaan seseorang, sedangkan profesionalisme lebih mengarah kepada kemampuan dan kebisaan atau keahlian seseorang dalam menduduki jabatan atau pekerjaannya. Jadi bila disebutkan profesi guru, maka seseorang tersebut jabatan atau pekerjaannya sebagai guru. Namun jika disebutkan profesionalisme guru, maka dapat dikatakan bahwa seseorang yang memiliki pekerjaan dan jabatan sebagai guru haruslah memiliki kemampuan dan keahlian sebagai tenaga pengajar dan tenaga pendidik. Saya yakin bahwa istilah profesi dan atau profesionalisme guru tentu bukan sesuatu yang asing dalam dunia pendidikan. Oleh karena secara sederhana, profesional berasal dari kata profesi yang berarti Kemampuan jabatan. Orang yang profesional adalah orang yang mampu melaksanakan tugas jabatannya secara mumpuni, baik secara konseptual maupun aplikatif. Orang yang memiliki profesi sebagai Guru adalah orang yang memiliki pekerjaan dan mampu melaksanakan tugas jabatannya secara mumpuni, baik secara konseptual maupun aplikatif sebagai Guru. Karena itu pula dapat dikatakan Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan mumpuni dalam melaksanakan tugasdan  jabatannya sebagai guru.

Bila ditinjau secara lebih dalam, terdapat beberapa karakteristik profesionalisme guru. Rebore (1991) mengemukakan enam karakteristik profesionalisme guru, yaitu: (1) pemahaman dan penerimaan dalam melaksanakan tugas, (2) kemauan melakukan kerja sama secara efektif dengan siswa, guru, orang tua siswa, dan masyarakat, (3) kemampuan mengembangkan visi dan pertumbuhan jabatan secara terus menerus, (4) mengutamakan pelayanan dalam tugas, (5) mengarahkan, menekan dan menumbuhkan pola perilaku siswa, serta mampu (6) melaksanakan kode etik jabatan. Sementara itu, Glickman (1981) memberikan ciri profesionalisme guru dari dua sisi, yaitu kemampuan berpikir abstrak (abstraction) dan komitmen (commitment). Guru yang profesional memiliki tingkat berpikir abstrak yang tinggi, yaitu mampu merumuskan konsep, menangkap, mengidentifikasi, dan memecahkan berbagai macam persoalan yang dihadapi dalam tugas, dan juga memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Komitmen adalah kemauan kuat untuk melaksanakan tugas yang didasari dengan rasa penuh tanggung jawab. Sedangkan orang yang memiliki profesi sebagai guru belum tentu dikatakan sebagai guru yang professional. Lebih lanjut, Welker (1992) juga mengemukakan bahwa profesionalisme guru dapat dicapai bila guru ahli (expert) dalam melakasnakan tugas, dan selalu mengembangkan diri (growth). Glatthorm (1990) mengemukakan bahwa dalam melihat profesionalisme guru, disamping kemampuan dalam melaksanakan tugas, juga perlu mempertimbangkan aspek komitmen dan tanggung jawab (responsibility), serta kemandirian (autonomy). Sebab itu pula membicarakan tentang profesionalisme guru, tentu tidak bisa dilepaskan dari kegiatan pengembangan profesi guru itu sendiri. Secara garis besarnya, kegiatan pengembangan profesi guru dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) pengembangan intensif (intensive development), (2) pengembangan kooperatif (cooperative development), dan (3) pengembangan mandiri (self directed development) (Glatthorm, 1991).

Pengembangan intensif (intensive development) adalah bentuk pengembangan yang dilakukan pimpinan terhadap guru yang dilakukan secara intensif berdasarkan kebutuhan guru. Model ini biasanya dilakukan melalui langkah-langkah yang sistematis, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi dan pertemuan balikan atau refleksi. Teknik pengembangan yang digunakan antara lain melalui pelatihan, penataran, kursus, loka karya, dan sejenisnya. Pengembangan kooperatif (cooperative development) adalah suatu bentuk pengembangan guru yang dilakukan melalui kerja sama dengan teman sejawat dalam suatu tim yang bekerja sama secara sistematis. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional guru melalui pemberian masukan, saran, nasehat, atau bantuan teman sejawat. Teknik pengembangan yang digunakan bisa melalui pertemuanKelompok Kerja Guru (KKG) atau  Musyawarah Guru Mata pelajaran (MGMP)/Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK). Teknik ini disebut juga dengan istilah peer supervision atau collaborative supervisionPengembangan mandiri (self directed development) adalah bentuk pengembangan yang dilakukan melalui pengembangan diri sendiri. Bentuk ini memberikan otonomi secara luas kepada guru. Guru berusaha untuk merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, dan menganalisis balikan untuk pengembangan diri sendiri. Teknik yang digunakan bisa melalui evaluasi diri (self evaluation) atau penelitian tindakan (action research).

Efektivitas Peran Guru

Efektivitas dan efisiensi belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai : 1)Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan; 2) Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan; 3) Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik; 4) Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik; dan 5) Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).

Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan bahwa peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup : 1) Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).; 2) Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems); 3) Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya. Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, Abin Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching).

Di lain pihak, Moh. Surya (1997) mengemukakan tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent). Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis. Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai : 1) Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan; 2) Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan; 3) Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya; 4) Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin; 5) Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik; 6) Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; dan 7) Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.

Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai : 1) Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat; 2) Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya; 3) Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah; 4) model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh mpara peserta didik; dan 5) Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya. Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai : 1) Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik; 2) seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan; 3) Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan; 4) Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik; dan 5) Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.
Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung. Pembelajaran merupakan jiwa institusi pendidikan yang mutunya wajib ditingkatkan secara terus menerus. Hal ini dapat dimengerti, karena peserta didik mendapatkan pengalaman belajar fomal terbanyak selama mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Kondisi ini menuntut semua pihak untuk menyadari pentingnya peningkatan kualitas pembelajaran secara berkelanjutan, dimana guru adalah ujung tombaknya. Oleh sebab itu, profesi guru harus dihargai dan dikembangkan sebagai profesi yang berkualitas dan bermartabat. Profesi guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat penting dalam mencapai visi pendidikan, yaitu menciptakan insan Indonesia yang cerdas, komprehensif dan kompetitif. Masyarakat dan pemerintah mempunyai kewajiban untuk mewujudkan kondisi yang memungkinkan guru dapat melaksanakan pekerjaannya secara profesional, bukan hanya untuk kepentingan guru, namun juga untuk pengembangan peserta didik dan demi masa depan bangsa  Indonesia. Mengutip pemikiran Davis dan Margareth A. Thomas  dalam bukunya Effective Schools and Effective Teachers, Suyanto dan Djihad Hisyam (2000:29) mengemukakan  tentang beberapa kemampuan guru yang mencerminkan guru yang efektif, yaitu mencakup :
1. Kemampuan yang terkait dengan iklim kelas :
  • memiliki kemampuan interpersonal, khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan ketulusan;
  • memiliki hubungan baik dengan siswa;
  • secara tulus menerima dan memperhatikan siswa;
  • menunjukkan minat dan anthusias yang tinggi dalam mengajar;
  •  mampu menciptakan atmosfer untuk bekerja sama dan kohesivitas dalam kelompok; melibatkan siswa dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran;
  • mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi; dan
  • meminimalkan friksi-friksi di kelas jika ada.

2 Kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen :
  • memiliki kemampuan secara rutin untuk mengahadapi siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi dalam mengajar; serta
  • mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berfikir yang berbeda.

3. Kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik dan penguatan (reinforcement) :
  •  mampu memberikan  umpan balik yang positif terhadap respon siswa;
  • mampu memberikan respon yang membantu kepada siswa yang lamban belajar;
  • mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban yang kurang memuaskan; dan
  • mampu memberikan bantuan kepada siswa yang diperlukan.

4. Kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri  :
  • mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif;
  • mampu memperluas dan menambah pengetahuan metode-metode pengajaran; dan
  • mampu memanfaatkan perencanaan kelompok guru untuk menciptakan metode pengajaran.
Pendidikan merupakan suatu proses yang hasilnya dapat ditunjukkan secara langsung maupun tidak langsung. Output/keluaran pendidikan merupakan hasil pendidikan yang dapat diukur secara langsung setelah berlangsungnya suatu sistem pendidikan pada jenjang tertentu. Output atau hasil yang diperoleh dengan adanya proses pendidikan, misalnya jumlah atau persentase siswa menurut pendidikan yang ditamatkan. Kemajuan pembangunan pendidikan juga ditunjukkan oleh tinggi rendahnya kualitas lulusan yang banyak dipengaruhi oleh kualitas tenaga pengajar. Bukan hanya kualifikasi pengajar namun juga kesesuaian bidang keahlian yang diajarkan. Berbagai kendala yang dihadapi dalam mencapai kemajuan pembangunan pendidikan semakin bertambah dengan kualifikasi para pendidik atau tenaga pengajar yang dinilai masih rendah.

Menurut Sutadipura (1983: 54) dalam Nurdin (2005: 6), bahwa: .Guru adalah orang yang layak digugu dan ditiru.. Pendapat tersebut dikuatkan lagi sebagaimana yang dinyatakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1985: 65) dalam Nurdin (2005: 7): .Guru adalah seseorang yang mempunyai gagasan yang harus diwujudkan untuk kepentingan anak didik, sehingga menunjang hubungan sebaikbaiknya dengan anak didik, sehingga menjunjung tinggi, mengembangkan dan menerapkan keutamaan yang menyangkut agama, kebudayaan, keilmuan. Kunandar (2007: 54), guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal yaitu pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XI Pasal 39 ayat (2) bahwa pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Kemudian menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (Pasal 1 ayat (1)).
Dari uraian yang Saya paparkan ini dapat disimpulkan bahwa seorang guru bukan sekedar sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang bertugas memberi ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya para siswanya di depan kelas, namun merupakan seseorang yang memiliki profesionalisme (kemampuan, keahlian dan kompetensi) baik secara fisik, mental, intelektual dan spiritual dalam menjalankan perannya sebagai seorang guru yang dapat menjadikan para siswanya mampu merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi. Kualifikasi, profesi, dan profesionalisme guru turut menentukan keberhasilan pendidikan oleh karena itu rendahnya penghargaan terhadap profesi guru, serta rendahnya kualifikasi dan profesionalisme guru sebagai tenaga pengajar dan tenaga pendidik dapat menunjukan bahwa masih rendahnya mutu pendidikan. Rendahnya kualitas guru akan berdampak pada kualitas siswa yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya mutu para lulusan. Dan menjadikan jumlah rakyat atau sumberdaya manusia yang besar tidak lagi menjadi asset bangsa dan Negara, namun menjadi beban dan kendala mewujudkan tujuan pembangunan bangsa. Karena hal ini tentunya akan menghambat keberhasilan pembangunan nasional, karena keberhasilan pembangunan nasional tergantung dari keberhasilan dalam mengelola pendidikan nasional. Oleh karena itu, profesi (pekerjaan atau jabatan) seorang pendidik (guru)sudah semestinya harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi  dan profesionalisme sebagai agen pembelajaran yang sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Pasal 28 ayat (1) PP No. 19 Tahun 2005). “ Akhir kata semoga senantiasa meningkat kualitas guru Indonesia”. Amiin.

PERSPEKTIF SABAR DAN SYUKUR DALAM PENINGKATAN
KUALITAS KINERJA GURU


Gambar mungkin berisi: 16 orang, orang tersenyum, orang duduk, tabel dan dalam ruangan

Tahun 1995 Saya menamatkan pendidikan keguruan, di masa itu dan mungkin masa-masa sebelumnya bila berbicara masalah pendapatan guru jauh bahkan mungkin sangat jauh dari kata cukup apalagi berlebih. Oleh karenanya di masa itu mereka yang kuliah di IKIP atau pendidikan keguruan adalah mereka-mereka yang kurang berani untuk berkompetensi di perguruan tinggi yang bernama “universitas”. Selain itu pula kebanyakan mereka beralasan karena tidak cukupnya dana untuk kuliah di universitas, oleh karenanya IKIP menjadi wahana bagi mereka dengan konotasi “ yang penting kuliah”.

Sudah kuliah di IKIP umumnya pula mereka banyak yang tidak ingin menjadi guru, karena alasan pendapatan guru tidak sebesar pendapatan kalau mereka kerja di industri. Ditambah lagi adanya peraturan SKB (Surat Keputusan Bersama) Tiga Menteri, yang mengkondisikan bahwa tamatan IKIP tidak relevan jika kerja di industri atau perusahaan. Apalagi kalau pas meminang anak gadis orang, umumnya bila kerjanya guru, kelepasan bicara “….oh..Cuma guru…toh..?!”.

Alhamdulillah, untuk sekarang ini profesi guru menjadi idaman bagi sebagian besar mereka untuk meraihnya. Sampai-sampai terdengar kabar berani bayar berapapun asal diterima jadi guru notabene guru pns. Dan mungkin juga saat-saat ini hanya profesi guru yang mampu bertahan hidup dalam menghadapi kondisi perekonomian bangsa yang semakin bingung dan terombang-ambing. Karena harga-harga kebutuhan melambung tinggi, sedangkan pendapatan berjalan tak seirama jumlah pengeluaran. Sebuah fenomena kehidupan yang mudah-mudahan tetap bertahan dalam pemikiran yang arif dan bijaksana untuk menempatkan profesi guru menjadi prioritas yang utama dalam pelaksanaan peningkatan kualitas bangsa, karena memang dengan adanya guru kita dapat menjadi orang yang sukses dan berhasil…

Kemajuan suatu bangsa atau daerah sudah pasti lebih banyak ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya daripada kekayaan sumber daya alamnya. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, salah satu upaya penting dan strategis dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas  pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan adalah memegang kunci bagi kemajuan suatu bangsa. Karena  itu, suatu bangsa yang didukung oleh jumlah SDM yang besar dengan kualitas yang optimal akan mendatangkan kesejahtraan yang optimal pula bagi bangsa tersebut, tetapi suatu bangsa yang didukung oleh jumlah SDM yang besar dengan kualitas yang minimal (rendah) akan merupakan beban yang sangat berat (cenderung menimbulkan malapetaka) bagi bangsa tersebut. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan kualitas SDM hanya bisa dilakukan melalui pendidikan.

Guru adalah salah satu komponen dalam instrumental input yang memegang posisi yang strategis.  Karena hal tersebut merupakan salah satu faktor kunci sukses dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan untuk dapat melahirkan sumber daya manusia yang handal, menguasai ilmu pengetahuan, dan memiliki moral yang baik. Hal ini dikatakan demikian, karena gurulah yang merencanakan, menata, mengelola dan mengevaluasi proses tersebut. Karena strategisnya posisi guru dalam konteks pembelajaran, wajarlah profesi guru diakui sebagai jabatan profesional. Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar tetap memegang peranan penting karena adanya beberapa unsur dari aspek kemanusiaan dalam proses pembelajaran yang masih belum dapat digantikan dengan media lain, seperti radio, televisi, tape rekorder dan sebagainya. Aspek-aspek yang dimaksud antara lain, sikap, nilai, perasaan, motivasi, kepribadian, dan kebiasaan, yang merupakan faktor psikologis yang cukup penting bagi keberhasilan proses belajar mengajar. Oleh karenanya, pekerjaan sebagai seorang guru selalu diperlukan sehingga dibutuhkan pendidikan khusus bagi calon guru agar dapat menjadi guru yang profesional. Dan dengan segala fasilitas maupun tingkatn kesejahteraan yang semakin meningkat. Sudah seharusnya bagi mereka yang memiliki profesi sebagai guru mempunyai amanah dan tanggung jawab moral untuk turut berupaya membantu meningkatkan kesejahteraan dan ketercapaian tujuan pembangunan suatu bangsa, diantaranya adalah dengan bersabar dan bersyukur dalam porsi yang lebih memadai dan lebih baik lagi.

Bukan sebaliknya, peran guru yang demikian penting dalam peningkatan mutu pendidikan, kondisinya justru dikeluhkan belakangan ini. penyebab rendahnya daya serap pendidikan adalah guru yang kurang profesional, kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum, tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan membangun motivasi dan potensi belajar siswa. Dikatakan sejauh ini secara kuantitatif jumlah tenaga guru telah cukup memadai, tetapi mutu serta profesionalismenya belum sesuai dengan harapan. Banyak di antaranya tidak berkualitas dan menyampaikan materi pelajaran, sehingga kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas. Jadi, ketidaksesuaian antara kemampuan guru dengan apa yang diajarkan membuat para siswa tidak mencapai prestasi yang gemilang.

Menjadi guru seharusnya menjadi manajer kelas. Ia harus dapat bertanggung jawab terhadap kelancaran tugasnya di dalam kelas, terutama dalam menyampaikan materi pelajaran, menentukan metode belajarnya sendiri, dan menyusun bahan pelajaran dari waktu ke waktu demi untuk pengembangan siswanya. Namun, kehidupan guru dewasa ini meminta banyak waktu untuk pekerjaan-pekerjaan sambilan selepas mengajar di kelas, bahkan dengan kondisi penghasilan yang semakin meningkat timbul sehingga tidak mungkin menjadi manajer profesional di kelas


Perspektif Sabar
Seorang hamba dianjurkan untuk bersyukur. Syukur itu adalah tingkatan yang paling tingggi dan paling luhur. Sampai-sampai sekalipun hamba itu dalam keadaan mengalami derita kefakiran atau sakit ataupun cobaan lainnya, dan bahkan jika Allah SWT menguji seorang hamba dengan satu cobaan atau musibah, lalu ia menunaikan kewajiban bersabar, ridha dan pasrah dalam mengarungi cobaan itu, niscaya entenglah tekanan cobaan itu dan ringanlah bebannya. Disamping itu, perenungan seorang hamba pada balasan dan pahala Ilahi dibalik cobaan itu dan keberhambaannya kepada Allah dengan melaksanakan kewajiban bersabar dan ridha, semua itu akan dapat mengubah hal yang pahit menjadi manis. Dengan itu, manisnya pahala di balik cobaan itu justeru akan membuatnya melupakan pahitnya bersabar. Sebagaimana disampaikan dalam QS.39:10, yaitu bahwa, “ Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas “. Dan kemudian juga di dalam QS. 2:155 dan QS. 2: 156 disampaikan pula bahwa, “ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:"Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun". “ Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk “. (QS. 2:157)
Terkait dengan tugas guru, perspektif kesabaran bagi guru yang profesional, setidak-tidaknya mengemban tiga tugas pokok, yakni, (a) sebagai petugas profesional, yang meliputi kegiatan mendidik, mengajar dan mengembangkan keterampilan, senantiasa membutuhkan kesabaran di dalam pelaksanaannya. Selagi hal itu bernilai ibadah apalagi berupa amanah yang dititipkan oleh para orangtua dan masyarakat kepada kita, Insya Allah akan diberikan balasan pahala di mata Allah SWT (b) tugas kemanusiaan, yaitu guru menjadi orang tua yang kedua yang mampu merealisasikan seluruh kemampuan dirinya, melakukan auto identifikasi dan auto pengertian untuk dapat menempatkan dirinya di dalam keseluruhan kemanusiaan serta mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola bagi para siswa serta mentransformasikan diri terhadap kenyataan di kelas atau di masyarakat juga senantiasa membutuhkan kesabaran, (c) tugas kemasyarakatan, yaitu mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral serta cerdas bukan proses yang instan namum membutuhkan waktu dan kesabaran para guru guna mewujudkannya.

Guru sebagai suatu profesi membawa konsekuensi terhadap tanggung jawab untuk mengembangkan dan mempertahankan profesi tersebut. Tanggung jawab ini, pada dasarnya merupakan tuntutan dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga, dan meningkatkan tugas serta tanggung jawab profesinya. Tenaga kependidikan hendaknya sadar bahwa tugas dan tanggung jawabnya tidak bisa dilakukan oleh orang lain, kecuali oleh dirinya. Guru hendaknya di samping mampu tampil di depan kelas, juga di masyarakat, baik sebagai pendidik, inovator ataupun dinamisator.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, guru dituntut memiliki kesabaran dan kestabilan emosi karena akan menghadapi siswa dari berbagai latar belakang atau lapisan masyarakat yang memiliki corak sosial budaya yang beraneka ragam. Guru hendaknya senang memberi bantuan dalam memecahkan masalah yang dihadapi siswa, besikap ramah, gembira, baik hati, terbuka, simpati, empati, berwibawa, dan bertanggung jawab. Dari kepribadian yang dinilai baik oleh siswa tersebut, maka seorang guru akan dapat mengembangkan kegiatannya dalam bentuk, (a) membantu mengembangkan sikap positif pada siswa, (b) bersikap terbuka dan luwes terhadap siswa dan orang lain, (c) menunjukkan kegairahan dan kesungguhan dalam kegiatan belajar mengajar dan dalam pelajaran yang diajarkan, dan (d) mengelola interaksi pribadi dalam kelas (Depdikbud, 1982/1983). Dan pelaksanaan tugas guru yang didasari oleh kesabaran diharapkan nantinya dapat disarikan bahwa tugas mendidik merupakan suatu aktivitas yang ditujukan untuk mengembangkan aspek psikologis dan kepribadian peserta didik, sehingga mereka terbentuk sebagai manusia-manusia yang berkepribadian baik, mempunyai etika, bermoral, bertanggung jawab, dan mampu hidup bersama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Perspektif Syukur
Seorang hamba apalagi menjadi seorang guru pns di DKI Jakarta sudah semestinya pandai untuk bersyukur. Tidak semata secara lisan di lidah, namun juga diyakini di hati dan diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas dan kinerjanya sehari-hari sebagai seorang guru atau tenaga pendidik. Syukur itu adalah tingkatan yang paling tingggi dan paling luhur. Sampai-sampai sekalipun hamba itu dalam keadaan mengalami derita kefakiran atau sakit ataupun cobaan lainnya, karena, jika ia pandai untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat Allah SWT yang telah dikaruniakan kepadanya sudah tentu tak sepadan dan sebanding dengan cobaan yang menimpanya, maka cobaan itu bukanlah apa-apa dibanding nikmat yang dikaruniakan kepada-Nya.


Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam Madarij as-Salikin menjelaskan bahwa iman itu terdiri dari dua bagian, satu bagian sabar dan satu bagian yang lain adalah syukur. Beliau juga mengatakan bahwa sabar bagi iman laksana kepala bagi tubuh seorang insan. Tidak ada iman pada diri orang yang tidak memiliki kesabaran, sebagaimana halnya tidak ada jasad yang berfungsi apabila tidak ada kepalanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin al-Khatthab radhiyallahu’anhu, beliau mengatakan, “Penghidupan yang terbaik itu sesungguhnya kami peroleh dengan modal kesabaran.” Demikian pula syukur, ia merupakan bukti keseriusan seorang hamba dalam mengabdi dan tunduk kepada Rabbnya. Sebagaimana yang disampaikan di dalam QS. 2: 172 yaitu, “ Dan bersyukurlah kepada Allah jika kalian benar-benar beribadah hanya kepada-Nya.”

Terkait dengan upaya meningkatkan kualitas kinerja dan profesi sebagai seorang guru, maka untuk mengimplementasikan perspektif syukur dalam pelaksanaan tugasnya, guru dituntut untuk selalu dapat mendasarkan diri pada aturan (kode etik profesi), yang sudah dirumuskan berujung pada peningkatan motivasi dan potensinya sebagai seorang pendidik yang profesional, yakni, (a) guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia yang berakhlak, (b) guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing, (c) guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan, (d) guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik, (e) guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya ataupun masyarakat yang lebih luas utnuk kepentingan pendidikan, (f) guru secara sendiri dan/atau bersama-sama berusaha mengembangkan serta meningkatkan mutu profesinya (g) guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru, baik berdasarkan lingkungan kerja ataupun di dalam hubungan keseluruhan, (h) guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya, dan (i) guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Semoga perwujudan upaya guru dalam perspektif ke depan untuk senantiasa bersabar di dalam menjalankan tugas dan kewajibannya serta bersyukur atas segala limpahan rahmat dan peningkatan kesejahteraan ini guru semakin menyadari posisi dan porsinya untuk ketercapaian sasaran dan tujuan dari pelaksanaan membangun bangsa dan Negara ini menjadi aman dan makmur bagi segenap rakyatnya. Amiin

PENDIDIKAN SMK BERBASIS WIRAUSAHA DAN KEMITRAAN
(BASED ON ENTERPRENEURSHIP AND COORPERATION)


Pendidikan di Indonesia meskipun telah menampakan peningkatan kualitas maupun kuantitas di beberapa daerah kota besar, namun secara keseluruhan masih didapati kondisinya baik menyangkut kuantitas maupun kualitas masih relatif rendah. Data ini didasarkan pada hasil Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para Guru, kulitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang.

Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya para Guru dalam menggali dan membangun motivasi serta potensi belajar, minat dan bakat peserta didik nya di dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki para peserta didiknya. Kelemahan para pendidik kita hampir sebagian besar, mereka tidak pernah menggali masalah motivasi dan potensi serta minat bakat para peserta didik.

Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan peserta didik bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat peserta didik kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada peserta didik untuk dapat mandiri produktif, aktif, kreatif, efektif dalam belajar dan menyenangkan. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir peserta didik cenderung tidak bisa diarahkan, namun diberikan bimbingan dan tuntunan untuk menjadi lebih baik.
Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang masih berkonotasi sentralistik membuat potret pendidikan masih nampak buram. Sejauh ini kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakatnya. Lebih parah lagi, pendidikan terkadang belum sepenuhnya mampu menghasilkan lulusan yang produktif, mandiri, dan kreatif. Dan adanya kecenderungan, kurikulum dibuat terkadang belum memperhatikan kondisi di masyarakatnya. Jadi, para lulusan hanya diciptakan untuk sekedar pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas.

Memasuki kerjasama ekonomi Negara-negara Asia Tenggara melalui Kawasan Perdagangan Bebas Asean (Asean Free Trade Area/AFTA) sejak tahun 2003 dan pasar bebas dunia tahun 2020 akan menimbulkan persaingan ketat baik barang jadi/komoditas maupun jasa. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing baik mutu hasil produksi maupun jasa. Peningkatan daya saing ini dimulai dari penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas yang merupakan faktor keunggulan menghadapi persaingan dimaksud. Jika kita tidak bisa mengantisipasi persiapan SDM yang berkualitas antara lain, berpendidikan, memiliki keahlian dan keterampilan terutama bagi tenaga kerja dalam jumlah yang memadai, maka Indonesia akan menjadi korban perdagangan bebas. Oleh karena itu, negara kita perlu menyiapkan SDM pada tingkat menengah yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan industri atau dunia usaha.

Dengan penggambaran yang demikian, pendidikan pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai salah satu lembaga pendidikan formal  di tingkat menengah mau tidak mau, dan suka tidak suka memiliki beban tanggung jawab untuk mengatasinya. Apalagi pada kondisi sekarang ini pendidikan SMK tidak lagi menjadi pilihan kedua” atau sekedar pendidikan yang penting sekolah” atau dapat juga dikatakan sebagai “pendidikan golongan ekonomi lemah”. Lebih dari itu pendidikan SMK dewasa ini memiliki kapasitas yang memadai untuk persiapan memasuki dunia perguruan tinggi maupun dunia kerja. Oleh karenanya menjadi kepentingan kita bersama untuk mewujudkan pendidikan SMK yang berkualitas dalam mengiringi langkah pelaksanaan pembangunan nasional yang kita laksanakan sekarang ini.

Secara struktural SMK adalah sistem persekolahan yang umumnya dirancang dan diselenggarakan oleh pemerintah bukan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dunia usaha dan dunia industri sehingga memerlukan pola pembudayaan nilai-nilai kejuruan dengan konteks khusus. Dan nilai-nilai kejuruan yang seperti apakah yang tepat dikembangkan di SMK agar SMK memiliki karakter inovatif, kreatif, prod uktif, kompetetif, dan tumbuh berkelanjutan di masa depan serta bagaimana prinsip-prinsip, strategi dan tantangan pengembangan pendidikan nilai di SMK dapat untuk ditumbuhkembangkan.

Pengembangan yang dilakukan pada Sekolah Menengah Kejuruan memerlukan kerangka konseptual (conceptual framework) yang jelas dalam memenuhi tujuan secara efektif, efisien, dan bermakna. Kerangka koseptual pola pembudayaan nilai-nilai kejuruan di SMK di masing-masing daerah berbeda satu sama lain karena setiap wilayah di Indonesia memiliki karakteristik sosio-kultural yang unik, potensi wilayah yang berbeda, keunggulan lokal yang berbeda, kebijakan politik dan ekonomi yang berbeda pula. Pendidikan kejuruan di SMK memiliki nilai-nilai strategis yang perlu untuk dikembangkan diantaranya dalam hal:
  1. pembangunan sumber daya manusia pendidikan kejuruan di daerah
  2. pengembangan, penataan, pelestarian potensi wilayah
  3. penguatan wawasan keunggulan lokal
  4. peningkatan wawasan masa depan
  5. penguatan wawasan mutu
  6. peningkatan wawasan nilai tambah
  7. pengembangan profesionalisme; dan
  8. pemenuhan kebutuhan layanan pendidikan kejuruan bagi pemilih atau pengguna pendidikan di SMK.

Restrukturisasi dan rekulturisasi pola pembudayaan nilai-nilai kejuruan ke depan diharapkan mampu mendidik seseorang tidak hanya sekedar sebagai pekerja, melainkan sebuah pendidikan kejuruan dengan pendekatan holistik yang mengakomudasi seluruh kebutuhan peserta didik baik fisik maupun non fisik, moral, dan juga kebutuhan masa depan untuk hidup nyaman, aman dan bahagia dalam masyarakat. Dan tujuan pokok dari pendidikan publik adalah mempertemukan kebutuhan individu peserta didik untuk pemenuhan diri pribadinya dan persiapan menghadapi dan menjalani hidup, khususnya dalam memasuki dunia kerja.

Pola pembudayaan nilai-nilai kejuruan yang diharapkan adalah pola yang mampu menginterlanisasikan keunggulan lokal, potensi wilayah diantara kebutuhan nasional, dan tantangan global. Oleh karenanya sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan SMK adalah melalui Pelaksanaan Pendidikan SMK yang Berbasis Wirausaha dan Kemitraan (Based on Enterpreneurship and Coorperation).

Pelaksanaan Progam Pendidikan Berbasis Wirausaha dan Kemitraan (Based on Enterpreneurship and Coorperation) adalah pola pelaksanaan program pendidikan yang menghendaki bahwa sekolah (SMK) harus memberikan akses dan kesempatan kepada peserta didik untuk mempraktekkan dan menerapkan jenis pengetahuan, kompetensi, dan sikapnya dalam proses mempersiapkan mereka untuk hidup di masyarakat  ataupun dunia kerja yang kompleks saat ini. Sekolah harus memiliki kepedulian dalam mempromosikan nilai-nilai pendidikan kejuruan, keunggulan dan standar yang tingg i sebagai aspirasi ind ividu dan kelembagaan, berprestasi dan melakukan dalam semua aspek kegiatannya dengan menanamkan jiwa wirausaha yang produktif, mandiri dan kreatif serta mampu berkomunikasi aktif dalam menjalin kemitraan dengan lingkungannya . Untuk itu sekolah harus humanis dan memberi kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mendapatkan nilai-nilai tersebut yang akan sangat penting dalam pengembangan pribadi dan sosial kemasyarakatannya, khususnya di dunia kerja bahkan di dunia pendidikan tinggi.

Pendidikan Berbasis Wirausaha
Pengembangan dan penanaman karakter budaya wirausaha yang tumbuh secara alami dalam suatu lembaga pendidikan SMK, keluarga atau bahkan pada kelompok masyarakat Indonesia merupakan suatu aset yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia di zaman yang kian kompetitif. Dinamika perekonomian bangsa yang bertumpu pada pertumbuhan budaya kewirausahaan tradisional ini, perlu dipadukan dengan penguasaan Ipteks dalam suatu kegiatan pendidikan khususnya di SMK. Penumbuhkembangan budaya wirausaha dalam pendidikan di SMK menjanjikan harapan cerah bagi terciptanya sumber daya manusia yang mandiri dalam berfikir dan bertindak, mampu menerapkan Ipteks yang dipahaminya untuk kesejahteraan diri dan Masyarakatnya.

Pembinaan jiwa kewirausahaan adalah proses pembinaan semangat, perilaku dan kemampuan untuk memberikan tanggapan yang positif terhadap peluang memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan atau pelayanan yang lebih baik, serta menciptakan dan menyediakan produk yang lebih bermanfaat dan menerapkan cara kerja efisien, melalui keberanian mengambil resiko, kreativitas dan inovasi serta kemampuan managemen (mengatur dan mengendalikan). Pengertian ini mencakup esensi kewirausahaan yaitu tanggapan yang positip terhadap peluang untuk memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan atau pelayanan yang lebih baik pada pelayanan jasa terhadap pelanggan dan masyarakat, cara yang etis dan produktif untuk mencapai tujuan serta sikap mental untuk merealisasikan tanggapan yang positip. tersebut.  Pendidikan berbasis wirausaha mewujudkan perilaku dan kemampuan yang lebih menonjol dalam memobilisasi sumber daya dan dana, serta mentransformasikannya menjadi output dan memasarkannya secara efisien yang lazim disebut dengan Administrative Entrepreneur yang umumnya kompetensi yang kurang dimiliki oleh para tamatan SMK. Selain itu juga dengan program ini diharapkan perilaku dan kemampuan yang menonjol dalam hal kreatifitas, inovasi serta mengantisipasi dan menghadapi resiko yang lazim disebut Innovative Entrepreneur menjadikan suatu karakter yang ingin diwujudkan pada para siswa tamatan SMK.

Asas pokok kewirausahaan pendidikan yang berbasis wirausaha ini diantaranya menekankan kepada pelaksanaan program-program pendidikan dan pembelajaran yang menekankan kepada hasil belajar yang 1) Mampu dan berani membuat keputusan dan mengambil resiko; 2) Tekun, teliti dan produktif; 3) Kreatif dan inovatif; 4) Kebersamaan dan etika bisnis; dan 5) Kemauan yang kuat untuk berkarya dengan semangat mandiri.

Pengembangan program pendidikan yang berbasis wirausaha diharapkan pula mampu sebagai suatu proses penciptaan nilai dengan menggunakan berbagai sumber daya untuk mengeksploitasi peluang. Proses ini dibagi dalam beberapa tahapan khusus, yakn, 1) pengidentifikasian peluang;    2) pengembangan (konsep) bisnis baru; 3) evaluasi dan pengumpulan sumber daya yang diperlukan; 4) implementasi konsep dan 5) pemanfaatan serta penuaian hasil dari pelaksanaan program pembelajaran yang dijalankan, seperti pada upaya pengembangan unit produksi.

Seorang guru yang memiliki pengembangan jiwa wirausaha memiliki karakter dasar yaitu adanya visi yang jauh kedepan yang menjadi dasar pendorong perubahan dan karena kemampuannya mengkombinasikan berbagai sumberdaya untuk mendapatkan suatu yang baru. Besarnya peranan pembinaan dan pengembangan jiwa wirausaha bagi guru memiliki relevansi bagi peningkatan perekonomian masyarakat Indonesia saat ini, dan setidaknya berani melakukan terobosan untuk menjadikan pendidikan yang berbasis wirausaha ini sebagai topik atau wacana yang menarik untuk dibahas. Masing-masing kita mencoba meraih kesempatan-kesempatan yang ada untuk dapat dimanfaatkan dalam pengembangan kegiatan yang mandiri dan produktif.

Tidak dapat dipungkiri bahwa era glooalisasi ekonomi adalah realitas baru yang mau tidak mau harus dihadapi masyarakat oleh karena itu seluruh pelaku ekonomi dan seluruh lapisan masyarakat, termasuk di kalangan pendidikan SMK harus dipersiapkan diri dengan sebaiknya-baiknya menghadapi realitas tersebut. Pada dasarnya pengembangan pendidikan berbasis wirausaha ini sangat erat terkait pada lingkungan. Misalnya lingkungan masyarakat perkotaan meskipun berbeda dengan lingkungan masyarakat pedesaan. Namun, kunci dari kewirausahaan adalah bagaimana kita mengendalikan resiko dengan berbagai perhitungan dan pemikiran. Pengembangan pendidikan berbasis wirausaha manjadi salah satu prioritas dalam pembangunan yang dilandasi dengan diterbitkannya Inpres No. 4 tahun 1995 yang terkait dengan pengembangan kewirausahaan.

Pendidikan Berbasis Kemitraan
Pengertian kemitraan menurut undang-undang nomor 9 tahun 1995 pada bab I dikatakan sebagai kerjasama usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan, ini merupakan suatu landasan pengembangan usaha. Kerjasama ini tidaklah terujud dengan sendirinya saja, akan tetapi harus dibangun dengan sadar dan terencana, baik ditingkat nasional, maupun ditingkat lokal yang lebih rendah.

Relevansi dengan pelaksanaan program pendidikan yang berbasis kemitraan adalah pelaksanaan program pendidikan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan lembaga pendidikan SMK, menjadi ujung tombak dalam menghadapi era ekonomi terbuka dan perdagangan bebas. Oleh karena tamatan pendidikan SMK menjadi kebutuhan bagi dunia kerja dan dunia industri.  Untuk itu pula program pendidikan berbasis kemitraan memiliki penekanan terhadap pelaksanaan program-program pendidikan dalam hubungan jangkan pendek dan jangka panjang, meningkatkan hubungan kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya, dimana pemasok (SMK) dan pelanggan (DUDI) bersinergi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama.

Pola pendidikan berbasis kemitraan adalah pola keinginan lembaga pendidikan SMK melalui pelaksanan program-program sekolah untuk dapat bekerjasama dengan berbagai elemen stakeholder  (orangtua/wali peserta didik, instansi pemerintah, dunia kerja, dan masyarakat) disertai pembinaan dan pengembangan oleh elemen stakeholder dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan, ini merupakan suatu landasan pengembangan sekolah. Kerjasama ini tidak akan terwujud dengan sendirinya saja, akan tetapi harus dibangun dengan sadar, komitmen, dan terencana oleh manajemen dan warga sekolah serta segenap elemen stakeholder. Gerakan Kemitraan Pendidikan di SMK adalah wahana utama untuk meningkatkan kemampuan wirausaha Pendidikan SMK yang berujung pada wirausaha nasional, karena ujung tombak dalam menghadapi era ekonomi terbuka dan perdagangan bebas adalah wirausaha nasional.

Sasaran Yang Ingin Diwujudkan
Diperlukannya suatu upaya meningkatkan kualitas pendidikan SMK  yang dilakukan melalui pelaksanaan program pendidikan SMK yang berbasis wirausaha dan kemitraan (Based on Enterpreneurship and Coorperation) antara lain memiliki sasaran untuk :
1.      Menumbuhkembangkan budaya kewirausahaan di dalam lingkungan pendidikan SMK untuk mendorong terciptanya Wirausahawan-wirausahawan muda dari tamatan SMK,
2.      Mendorong pemanfaatan hasil pelaksanaan program pembelajaran di SMK menjadi kompetensi yang dapat digunakan masyarakat dan dunia kerja (DUDI),               
3.      Mewujudkan sinergi potensi pendidikan SMK dengan potensi industri/usaha kecil menengah sehingga dapat menumbuhkembangkan industri-industri kecil dan menengah yang mandiri,
4.      Meningkatkan peluang keberhasilan wirausaha muda yang potensial untuk siap kerja secara produktif dan mandiri,
5.      Mendorong akselerasi pemulihan ekonomi (economy recovery) Indonesia melalui penanggulangan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja dengan tumbuhnya wirausaha muda tamatan SMK yang kuat, baik dari segi kualitas barang produksi dan jasa maupun dari pemasarannya, dan
6.      Menumbuhkembangkan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang mendorong terwujudnya income generating unit di pendidikan SMK, khususnya di DKI Jakarta dalam mengantisipasi diberlakukannya otonomi daerah.

Semoga ide dan gagasan yang tertuang dalam tulisan ini dapat menjadikan wacana dan kajian yang memberikan secercah harapan dan menjadi fajar pagi bagi bangkitnya motivasi dan kesadaran kita untuk tetap optimis dalam membangun pendidikan di Indonesia, khususnya SMK menjadi lebih baik dan lebih maju lagi, dan terlaksananya dengan sukses perjalan proses membangun perekonomian bangsa. 

Tugas 4. Memahami Prinsip Prinsip Pengendalian Kontaminasi

Tugas 4. Memahami Prinsip Prinsip Pengendalian Kontaminasi Tugas untuk siswa  Kelas X TKR1  dan X TBSM pada mata pelajaran TDO. Saksikan vi...