PROFESI DAN/ATAU PROFESIONALISME
GURU
Sebelumnya Saya sampaikan bahwa judul di atas memiliki 2
(dua) pengertian. Pertama mendeskripsikan tentang Profesi dan Profesionalisme Guru dan yang kedua mendeskripsikan
tentang Profesi atau Profesionalisme
Guru. Deskripsi yang pertama, Saya ingin menguraikan bahwa profesi dan profesionalisme seorang guru merupakan makna kata yang
berbeda, profesi guru bukan semata berorientasi mencari materi dalam
pengertiannya bahwa pekerjaan seseorang sebagai guru bukan karena keterpaksaan
maupun sebagai sumber mata pencaharian. Lebih dari itu profesi seseorang
sebagai guru harus merupakan suatu profesi yang tidak sembarang orang mampu.
Karena pada jabatan yang melekat padanya memiliki beban tugas dan tanggung
jawab yang lebih besar, yang nantinya mampu memberikan perubahan kepada
seseorang, masyarakat dan bangsanya harus menjadi lebih baik. Dan pada seorang
guru pula seseorang atau masyarakat akan menteladani segala sikap dan tingkah
lakunya.
Sedangkan pada pengertian judul kedua, Profesi atau
Profesionalisme Guru mendeskripsikan bahwa bahwa seseorang yang memiliki
profesi sebagai guru, belum merupakan jaminan bahwa guru tersebut benar-benar
mampu dan memiliki kemampuan untuk menjadi guru. Karena tugas yang dibebankan
pada seorang guru tidak sekedar mampu mengajar dan hanya menyampaikan
pengetahuan saja. Lebih dari itu seorang guru juga harus mampu pula untuk
mendidik, menjadikan anak didiknya dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang
tidak baik menjadi baik, dan dari yang tidak bisa menjadi bisa. Istilah profesi dan profesionalisme guru memiliki
kesamaan sebagai sebuah pekerjaan atau jabatan seseorang. Namun demikian kata
profesi lebih identik dengan pekerjaan seseorang, sedangkan profesionalisme
lebih mengarah kepada kemampuan dan kebisaan atau keahlian seseorang dalam
menduduki jabatan atau pekerjaannya. Jadi bila disebutkan profesi guru, maka
seseorang tersebut jabatan atau pekerjaannya sebagai guru. Namun jika
disebutkan profesionalisme guru, maka dapat dikatakan bahwa seseorang yang
memiliki pekerjaan dan jabatan sebagai guru haruslah memiliki kemampuan dan
keahlian sebagai tenaga pengajar dan tenaga pendidik. Saya yakin bahwa istilah
profesi dan atau profesionalisme guru tentu bukan sesuatu yang asing dalam
dunia pendidikan. Oleh karena secara sederhana, profesional berasal dari kata
profesi yang berarti Kemampuan jabatan. Orang
yang profesional adalah orang yang mampu melaksanakan tugas jabatannya secara
mumpuni, baik secara konseptual maupun aplikatif. Orang yang memiliki
profesi sebagai Guru adalah orang yang memiliki pekerjaan dan mampu melaksanakan tugas jabatannya secara
mumpuni, baik secara konseptual maupun aplikatif sebagai Guru. Karena itu
pula dapat dikatakan Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan
mumpuni dalam melaksanakan tugasdan jabatannya sebagai guru.
Bila ditinjau secara lebih dalam, terdapat beberapa
karakteristik profesionalisme guru. Rebore
(1991) mengemukakan enam karakteristik
profesionalisme guru, yaitu: (1) pemahaman dan penerimaan dalam
melaksanakan tugas, (2) kemauan melakukan kerja sama secara efektif dengan
siswa, guru, orang tua siswa, dan masyarakat, (3) kemampuan mengembangkan visi
dan pertumbuhan jabatan secara terus menerus, (4) mengutamakan pelayanan dalam
tugas, (5) mengarahkan, menekan dan menumbuhkan pola perilaku siswa, serta mampu
(6) melaksanakan kode etik jabatan. Sementara itu, Glickman
(1981) memberikan ciri
profesionalisme guru dari dua sisi, yaitu kemampuan berpikir abstrak (abstraction) dan
komitmen (commitment). Guru yang profesional memiliki tingkat berpikir
abstrak yang tinggi, yaitu mampu merumuskan konsep, menangkap,
mengidentifikasi, dan memecahkan berbagai macam persoalan yang dihadapi dalam
tugas, dan juga memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugas.
Komitmen adalah kemauan kuat untuk melaksanakan tugas yang didasari dengan rasa
penuh tanggung jawab. Sedangkan orang yang memiliki profesi sebagai guru belum
tentu dikatakan sebagai guru yang professional. Lebih lanjut, Welker
(1992) juga mengemukakan bahwa profesionalisme guru dapat dicapai bila guru
ahli (expert) dalam melakasnakan tugas, dan selalu mengembangkan diri (growth).
Glatthorm (1990) mengemukakan bahwa
dalam melihat profesionalisme guru, disamping kemampuan dalam melaksanakan
tugas, juga perlu mempertimbangkan aspek komitmen dan tanggung jawab (responsibility),
serta kemandirian (autonomy). Sebab itu pula membicarakan tentang profesionalisme guru, tentu tidak bisa dilepaskan dari
kegiatan pengembangan profesi guru itu sendiri. Secara garis besarnya, kegiatan
pengembangan profesi guru dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1)
pengembangan intensif (intensive development), (2) pengembangan
kooperatif (cooperative development), dan (3) pengembangan mandiri (self
directed development) (Glatthorm,
1991).
Pengembangan intensif (intensive development)
adalah bentuk pengembangan yang dilakukan pimpinan terhadap guru yang dilakukan
secara intensif berdasarkan kebutuhan guru. Model ini biasanya dilakukan
melalui langkah-langkah yang sistematis, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
sampai dengan evaluasi dan pertemuan balikan atau refleksi. Teknik pengembangan
yang digunakan antara lain melalui pelatihan, penataran, kursus, loka karya,
dan sejenisnya. Pengembangan kooperatif (cooperative development)
adalah suatu bentuk pengembangan guru yang dilakukan melalui kerja sama dengan
teman sejawat dalam suatu tim yang bekerja sama secara sistematis. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional guru melalui pemberian masukan,
saran, nasehat, atau bantuan teman sejawat. Teknik pengembangan yang digunakan
bisa melalui pertemuanKelompok Kerja Guru (KKG) atau Musyawarah Guru Mata
pelajaran (MGMP)/Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK). Teknik ini disebut
juga dengan istilah peer supervision atau collaborative supervision. Pengembangan mandiri (self directed development)
adalah bentuk pengembangan yang dilakukan melalui pengembangan diri sendiri.
Bentuk ini memberikan otonomi secara luas kepada guru. Guru berusaha untuk
merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, dan menganalisis balikan untuk
pengembangan diri sendiri. Teknik yang digunakan bisa melalui evaluasi diri (self
evaluation) atau penelitian tindakan (action research).
Efektivitas Peran Guru
Efektivitas dan efisiensi belajar individu di sekolah
sangat bergantung kepada peran guru. Abin
Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa
dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya
dapat berperan sebagai : 1)Konservator
(pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan; 2) Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu
pengetahuan; 3) Transmitor (penerus)
sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik; 4) Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui
penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan
sasaran didik; dan 5) Organisator
(penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan,
baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun
secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).
Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip
pemikiran Gage dan Berliner,
mengemukakan bahwa peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang
mencakup : 1) Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan
apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching
problems).; 2) Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat
menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan
kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai
orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana
dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung
(during teaching problems); 3) Guru sebagai penilai (evaluator) yang
harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan
pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran,
berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya
maupun kualifikasi produknya. Selanjutnya, dalam konteks proses belajar
mengajar di Indonesia, Abin Syamsuddin
menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher counsel),
di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga
mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau
masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial
teaching).
Di lain pihak, Moh.
Surya (1997) mengemukakan tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan
masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola
pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran
dan pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagai
pendidik dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat,
guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu
masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent). Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang
berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri
pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis. Dalam
hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru
berperan sebagai : 1) Pengambil inisiatif,
pengarah, dan penilai pendidikan; 2) Wakil
masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan
kepentingan masyarakat dalam pendidikan; 3) Seorang
pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya; 4) Penegak disiplin, yaitu guru harus
menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin; 5) Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab
agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik; 6) Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk
mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi
pewaris masa depan; dan 7) Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan
untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada
masyarakat.
Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented),
seorang guru berperan sebagai : 1) Pekerja
sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan
pelayanan kepada masyarakat; 2) Pelajar
dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus
menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya; 3) Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi
setiap peserta didik di sekolah; 4) model
keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh
mpara peserta didik; dan 5) Pemberi
keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa
aman berada dalam didikan gurunya. Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan
sebagai : 1) Pakar psikologi
pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan
dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik; 2) seniman dalam hubungan antar manusia (artist
in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan
menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik
sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan; 3) Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk
menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan
pendidikan; 4) Catalyc agent atau
inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu
pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik; dan 5) Petugas kesehatan mental
(mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya
kesehatan mental para peserta didik.
Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan
Danim (2002) mengemukan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu
menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses
belajar (facilitating learning). Yang dimaksud keteraturan di sini
mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses
pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di
kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan
guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber
belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses
pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan
tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga
menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian
kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam
mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak
lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap
berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi
dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang
yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran
informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini
terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua
maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru
perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan
pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping
itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas
pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan
guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah
efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya.
Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru
untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan
dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang
berlangsung. Pembelajaran merupakan jiwa
institusi pendidikan yang mutunya wajib ditingkatkan secara terus menerus. Hal
ini dapat dimengerti, karena peserta didik mendapatkan pengalaman belajar fomal
terbanyak selama mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Kondisi ini menuntut
semua pihak untuk menyadari pentingnya peningkatan kualitas pembelajaran secara
berkelanjutan, dimana guru adalah ujung tombaknya. Oleh sebab itu, profesi guru
harus dihargai dan dikembangkan sebagai profesi yang berkualitas dan
bermartabat. Profesi guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat
penting dalam mencapai visi pendidikan, yaitu menciptakan insan Indonesia yang
cerdas, komprehensif dan kompetitif. Masyarakat dan pemerintah
mempunyai kewajiban untuk mewujudkan kondisi yang memungkinkan guru dapat
melaksanakan pekerjaannya secara profesional, bukan hanya untuk kepentingan
guru, namun juga untuk pengembangan peserta didik dan demi masa depan
bangsa Indonesia. Mengutip pemikiran Davis dan Margareth A. Thomas
dalam bukunya Effective Schools and Effective Teachers, Suyanto dan
Djihad Hisyam (2000:29) mengemukakan tentang beberapa kemampuan guru yang
mencerminkan guru yang efektif, yaitu mencakup :
1. Kemampuan yang terkait dengan iklim kelas :
- memiliki
kemampuan interpersonal, khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati,
penghargaan kepada siswa, dan ketulusan;
- memiliki
hubungan baik dengan siswa;
- secara tulus
menerima dan memperhatikan siswa;
- menunjukkan
minat dan anthusias yang tinggi dalam mengajar;
- mampu
menciptakan atmosfer untuk bekerja sama dan kohesivitas dalam kelompok;
melibatkan siswa dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan
pembelajaran;
- mampu
mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap
diskusi; dan
- meminimalkan
friksi-friksi di kelas jika ada.
2 Kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen :
- memiliki
kemampuan secara rutin untuk mengahadapi siswa yang tidak memiliki
perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan
transisi dalam mengajar; serta
- mampu bertanya
atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berfikir yang berbeda.
3. Kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik dan penguatan (reinforcement) :
- mampu
memberikan umpan balik yang positif terhadap respon siswa;
- mampu
memberikan respon yang membantu kepada siswa yang lamban belajar;
- mampu
memberikan tindak lanjut terhadap jawaban yang kurang memuaskan; dan
- mampu
memberikan bantuan kepada siswa yang diperlukan.
4. Kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri :
- mampu
menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif;
- mampu
memperluas dan menambah pengetahuan metode-metode pengajaran; dan
- mampu
memanfaatkan perencanaan kelompok guru untuk menciptakan metode
pengajaran.
Pendidikan
merupakan suatu proses yang hasilnya dapat ditunjukkan secara langsung maupun
tidak langsung. Output/keluaran pendidikan merupakan hasil pendidikan
yang dapat diukur secara langsung setelah berlangsungnya suatu sistem
pendidikan pada jenjang tertentu. Output atau hasil yang diperoleh
dengan adanya proses pendidikan, misalnya jumlah atau persentase siswa menurut
pendidikan yang ditamatkan. Kemajuan pembangunan pendidikan juga ditunjukkan
oleh tinggi rendahnya kualitas lulusan yang banyak dipengaruhi oleh kualitas
tenaga pengajar. Bukan hanya kualifikasi pengajar namun juga kesesuaian bidang
keahlian yang diajarkan. Berbagai kendala yang dihadapi dalam mencapai kemajuan
pembangunan pendidikan semakin bertambah dengan kualifikasi para pendidik atau
tenaga pengajar yang dinilai masih rendah.
Menurut
Sutadipura (1983: 54) dalam Nurdin (2005: 6), bahwa: .Guru adalah orang
yang layak digugu dan ditiru.. Pendapat tersebut dikuatkan lagi sebagaimana
yang dinyatakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1985: 65) dalam Nurdin
(2005: 7): .Guru adalah seseorang yang mempunyai gagasan yang harus diwujudkan
untuk kepentingan anak didik, sehingga menunjang hubungan sebaikbaiknya dengan
anak didik, sehingga menjunjung tinggi, mengembangkan dan menerapkan keutamaan
yang menyangkut agama, kebudayaan, keilmuan. Kunandar (2007: 54), guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur
pendidikan formal yaitu pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Bab XI Pasal 39 ayat (2) bahwa pendidik merupakan tenaga
professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi. Kemudian menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar dan pendidikan menengah (Pasal 1 ayat (1)).
Dari uraian yang Saya paparkan ini dapat disimpulkan bahwa seorang guru
bukan sekedar sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang bertugas memberi ilmu
pengetahuan kepada murid-muridnya para siswanya di depan kelas, namun merupakan
seseorang yang memiliki profesionalisme (kemampuan, keahlian dan kompetensi)
baik secara fisik, mental, intelektual dan spiritual dalam menjalankan perannya
sebagai seorang guru yang dapat menjadikan para siswanya mampu merencanakan,
menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi. Kualifikasi, profesi, dan profesionalisme guru turut menentukan
keberhasilan pendidikan oleh karena itu rendahnya penghargaan terhadap profesi
guru, serta rendahnya kualifikasi dan profesionalisme guru sebagai tenaga
pengajar dan tenaga pendidik dapat menunjukan bahwa masih rendahnya mutu pendidikan.
Rendahnya kualitas guru akan berdampak pada kualitas siswa yang pada akhirnya
menyebabkan rendahnya mutu para lulusan. Dan menjadikan jumlah rakyat atau
sumberdaya manusia yang besar tidak lagi menjadi asset bangsa dan Negara, namun
menjadi beban dan kendala mewujudkan tujuan pembangunan bangsa. Karena hal ini
tentunya akan menghambat keberhasilan pembangunan nasional, karena keberhasilan
pembangunan nasional tergantung dari keberhasilan dalam mengelola pendidikan
nasional. Oleh karena itu, profesi (pekerjaan
atau jabatan) seorang pendidik (guru)sudah
semestinya harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan profesionalisme sebagai agen pembelajaran
yang sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional (Pasal 28 ayat (1) PP No. 19 Tahun 2005). “ Akhir kata semoga senantiasa meningkat
kualitas guru Indonesia”. Amiin.